Judul buku   : Kartini: Kisah yang Tersembunyi
Penerbit        : JAVANICA
Penulis          : Aguk Irawan MN
Pengulas       : Lusi Krisdianti

“Cinta membangkitkan balasan cinta, tetapi penghinaan selama-lamanya tak akan menghidupkan rasa cinta”

-kartini

Menulis biografi seorang tokoh dalam bentuk cerita, tentu bukanlah pekerjaan yang mudah. Terlebih jika sang tokoh hidup di masa silam dengan sumber-sumber yang langka. Kesulitan-kesulitan tersebut yang dirasakan sang penulis ketika menghadirkan sosok Kartini melalui cerita hidupnya. Tulisan-tulisan tentang Kartini memang tidak sedikit. Tetapi tulisan-tulisan tersebut, tidak banyak memberi pengetahuan yang agak lain tentang Kartini. Ketika pertama saya membaca pengantar dari penulis, perasaan ingin tahu isi buku ini sangat besar. Terlebih karena buku ini disajikan dalam bentuk cerita, sehingga saya pun bisa dengan mudah memahaminya.

Pada tanggal 21 April 1879, Kartini lahir. Wajahnya bundar bagai rembulan. Rambutnya hitam dan lebat. Matanya besar. Seperti anak-anak Jawa lainnya, terutama dari kalangan priyayi, kelahiran Kartini disambut dengan slametan dan upacara. Kartini adalah anak dari seorang Asisten Wedana Mayong, Raden Mas Adipati Aryo Sosroningrat (RMAA. Sosroningrat), bersama seorang rakyat biasa bernama Nyai Ngasirah. Kisah cinta Sosroningrat bersama Ngasirah tidak banyak diceritakan, berbeda dengan kisahnya dengan RA Wuryan, yang juga sekaligus permaisurinya. Setelah Kartini lahir, nama Ngasirah nyaris tidak terdengar lagi.

Srintil adalah nama panggilan Kartini saat kecil. Kartini kecil mempunyai rasa ingin tahu yang besar, maka tak heran bila seiring berjalannya waktu, Kartini menjadi orang yang kritis dan berpikiran jauh ke depan.

Melalui keputusan resmi Pemerintah Hindia Belanda, ayah Kartini diangkat menjadi Bupati Jepara. Sosroningrat pun membawa semua anggota keluarga beserta para pembantunya. Tapi tidak diketahui dengan jelas, apakah ibu kandung Kartini, Nyai Ngasirah, juga diikutsertakan. Tentang hal ini, sejarah pun membisu.

Kartini merupakan perempuan yang beruntung pada waktu itu, terutama karena Ia dapat bersekolah. Sejarah perlu mencatat keadaan ini, sebab Sosroningrat adalah sedikit dari bupati di tanah Jawa yang membiarkan anak perempuannya bersekolah. Kartini mengenyam pendidikan di sekolah rendah Belanda, Europeesche Lagere School (ELS). Sekolah tersebut merupakan satu-satunya sekolah yang ada di Kota Jepara pada waktu itu.

ELS telah memberikan banyak pengetahuan kepada Kartini, tetapi juga banyak memberikan gejolak batin. Letsy, merupakan sahabat Kartini. Ia telah menanyakan suatu hal yang mengguncang Kartini. Yaitu tentang impian dan cita-cita Kartini. Pertanyaan tersebut terus membayangi pikiran Kartini karena yang dia tahu, kelak ia akan menjadi Raden Ayu. Berbeda dengan Letsy yang ingin menjadi guru. Pertanyaan dari Letsy, sedikit-kurang telah merubah jalan pikiran Kartini.

Setelah menyelesaikan sekolah dasar, pikiran Kartini menjelma menjadi sebuah impian dan cita-cita yang sangat besar. Ia mulai ingin mencerdaskan kaumnya, Kartini ingin menghilangkan kebodohan bangsanya, dan membebaskan bangsanya dari kemiskinan dan kesengsaraan. Jalan satu-satunya untuk mencapai impian dan cita-cita itu adalah pengajaran dan pendidikan. Sebelum Kartini berpikir tentang pentingnya pendidikan dan pengajaran bagi bangsanya, Ia harus berpikir tentang pentingnya pendidikan dan pengajaran bagi dirinya sendiri.  Kartini berniat pergi ke Eropa untuk melanjutkan studinya, tetapi ayahnya berkata, “Tidak boleh!”. Bahkan saat usianya 12,5 tahun, dia harus berhadapan dengan sebuah jeruji suci yang menjadi tradisi – tak hanya kaum bangsawan, tapi seluruh bangsa Jawa – penjagaan bagi kaum wanita remaja, yakni Pingitan.

Berbeda dengan para pria masa itu yang berjuang melalui peperangan di medan tempur, Kartini berjuang untuk bangsanya melalui sebuah jeruji suci, bernama pingitan. Akan tetapi, justru melalui pingitan itulah ia mampu menebarkan pengaruh hebat hingga mengguncang Eropa. Ia tidak bersenjata pedang, melainkan pena. Surat-surat yang Ia tulis untuk para sahabatnya di Belanda, kelak pada akhirnya turut membuka mata dunia. Ia berbicara tentang kesengsaraan pribumi, nasib kaum wanita, pendidikan di negeri jajahan, hingga kejahatan di balik kedok Islam.

Selain itu, buku ini pun memberikan beragam informasi lain yang tersembunyi dari sosok Kartini, diantaranya pembahasan mengenai ibu dan ayah Kartini yang diceritakan cukup detail dan runtut. Disamping itu, buku ini memiliki banyak sekali referensi dan data-data surat-menyurat Kartini, juga rujukan pada buku Habis Gelap, Terbitlah Terang yang membuat kualitas buku Kartini: Kisah yang Tersembunyi ini menjadi semakin mantap. Buku ini tak hanya memberikan gambaran-gambaran tersurat dan tersirat dari kehidupan Kartini, tetapi kita akan dituntut untuk ikut larut dalam analisis kritis dari seorang Aguk Irawan mengenai satu persatu bagian kehidupan Kartini, dari surat-surat dan atau buku-buku biografi Kartini lainnya. Buku ini juga berhasil mengungkap perjalanan asmaranya yang rela di poligami, meskipun Ia sebenarnya sangat menentang praktik poligami. Selain itu, buku ini pun menjawab pihak yang menuding Kartini ialah antek Yahudi dan membenci Islam, sebagaimana sering kita dengar beberapa waktu yang lalu. Ada satu fakta sejarah yang mengungkap bahwa penerjemah Al-Quran pertama di Nusantara, yang dilakukan Kiai Soleh Darat, terjadi juga atas inspirasi Kartini.

Maka, buku ini memang sangat menarik untuk dibaca. Penulis menggambarkan suasana pada saat itu sengan sangat jelas dengan memberikan ilustrasi percakapan yang membuat pembaca lebih mudah untuk memahami jalan cerita. Untuk lebih jelasnya, silahkan membaca langsung buku Kartini: Kisah Yang Tersembuyi karya Aguk Irawan ini. ***

Leave a comment