*Puisi ini dibacakan dalam acara Diskusi Publik “Sejarah Melahrikan Pahlawan atau Pahlawan Melahirkan Sejarah”, yang diselenggarakan di ruang workshop, C5, Universitas Negeri Semarang. (18/11/16)
Oleh Eko Santoso
Aku dengar gagahnya namamu
Aku lihat wajahmu terpampang
Aku bercerita runtutan kisahmu
Dan aku, tak henti membayangkan kehormatanmu
Hari tak henti kubentangi
Minggu telah lama berlalu
Bulan hanya cerita bualan
Dan selalu sama,
Tanam, cangkul, panen, batu,dan kuli
Bisakah berbicara tentang kebenaran
Disaat negeri mati suri, keadilan tergadaikan, pengusaha
Pencekik jiwa, tentara dan polri penggusur petani
Dimana pahlawan?
Soekarno, Hatta, Soedirman, Diponegoro, Agus Salim, Bung Tomo, Tjokroaminoto,
Tan Malaka, dan sebagainya,
Mereka tiada
Mereka mati
Sekarang, siapa pengganti?
Aku berkeringat tiap hari,
Tanahku tak henti ku jamah
Aku membangun gedung dang mengangkut batu tiap saat
Aku lelah dan hancur ketika negeri tergadaikan
Ingin ku bongkar kuburmu
Kuangkat mayatmu
Kuhidupkan dan kujadikan kembali panutan
Tapi sayang,
Aku bukanlah Tuhan
Namun aku butuh mereka,
Tuhan
Yang berjuang, yang mengabdi, yang berkorban, yang melawan,
Yang merakyat, yang tanpa pamrih, yang mati dengan kehormatan
Masih adakah
Masih bisakah
Aku tak tahu!
Menanggalkan egoisme
Menanggalkan primordialisme
Menanggalkan kehormatan
Menanggalkan gelar
Menuju perubahan,
Karena sejarah tak berkhianat
Nama kau terkenang
Bila darah kau tumpahkan,
Meski dalam khayalan
Semarang, 18 November 2016