Oleh Muhammad Sholekan


Beberapa tahun lalu, kira-kira ketika saya mulai menjadi mahasiswa sering mendengar kata oligarki. Ketika awal mendengar kata tersebut, saya sudah punya dugaan jika oligarki mempunyai arti yang negatif. Orang menggunakan kata olgarki untuk merujuk kepada hal-hal yang negatif. Ternyata setelah saya cari tahu lewat buku maupun internet, dugaan saya benar. Bahwa kata oligarki merujuk pada hal yang negatif, suatu tindakan yang negatif.


Sekarang, kata itu mucul lagi dan sedang ramai dibicarakan banyak orang, khususnya oleh para aktivis. Jika merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), oligarki mengandung pengertian yaitu pemerintahan yang dijalankan oleh beberapa orang yang berkuasa dari golongan atau kelompok tertentu. Cakupan pengertian oligarki yang diberikan oleh KBBI mengandung makna yakni, sebuah pemerintahan atau bisa juga bisa disebut kekuasaan pengelolaan sebuah negara yang dijalankan oleh segelintir orang atau kelompok tertentu.

Oligarki maknanya bisa diperluas dengan menghadirkan konteks pemilu dan pembagian kekuasaan di Indonesia. Misalnya, masih lumayan hangat diingatan kita siapa penguasa Provinsi Banten, iya Ratu Atut Chosiyah beserta kroni dan bahkan keluarganya. Sebelum Atut dan salah satu keluarganya mendekam di Rutan KPK dan menjadi terpidana kasus suap kepada Hakim MK Akil Mochtar dan jual beli jabatan. Provinsi Banten bisa dikatakan dikuasai oleh keluarganya, mulai dari anak, adik, hingga menantu.

Pada masa sebelum reformasi, sebelumnya kita sudah diberi pertunjukkan oligarki terbesar dan terkorup di negeri ini. Bahkan dengan cakupan yang lebih luas dibanding Ratu Atut, cakupan oligarki ini merambah kesemua sendi kehidupan dan kekuasaan bangsa ini. Ya, tentu kita tahu siapa yang sedang kita bicarakan, Jenderal Besar Soeharto, Presiden ke-2 Republik Indonesia. Selama 32 tahun, Indonesia dikuasai oleh Soeharto beserta kroni dan keluarganya. Soeharto juga menggunakan militerisme sebagai landasan kekuasaannya. Bahkan, sebelum Soeharto naik menjadi Pejabat Presiden menggantikan Soekarno, pembunuhan eksponen orang-orang kiri di Indonesia dan juga banyak orang yang tidak tahu menahu permasalahan dibunuh dan dibuang ke Pulau Buru.

Selama Soeharto berkuasa, proyek-proyek besar dipegang dan dikuasai oleh keluarganya. Salah satu contoh misalnya, Wisata Ancol di Jakarta dulunya dikuasai oleh putri sulungnya. Lain hal, soal penguasaan tanah, misalnya ketika saya pergi ke Wisata Kebun Teh Medini di lereng Gunung Ungaran menanyakan kepada warga sekitar, soal kepemilikan lahan kebun teh yang sangat luas ini siapa pemiliknya. Orang yang saya tanya tadi menjawab milik Soeharto.

Selain menguasai kekayaan Indonesia, Soeharto juga memberikan kekuasaan yang sangat luas kepada Angkatan Darat secara geografis, hal itu dibuktikan dengan adanya koramil di setiap kecamatan. Padahal, secara geografis wilayah Indonesia merupakan kepulauan dan dengan wilayah laut yang luas dibandingkan daratan. Dengan fakta itu, seharusnya angkatan laut lah yang harus diperbanyak secara jumlah.

Pasca Reformasi, saya mendengar ada satu anekdot yang menurut saya menarik mengenai kekayaan keluarga Soeharto, begini kira-kira bunyinya, kekayaan keluarga cendana itu tidak bakal habis tujuh turunan. Tentu, itu bukan jumlah yang sedikit, bahkan dibilang sangat banyak. Kekayaan itu bisa uang, properti, maupun kepemilikan tanah.

Dugaan saya mengenai oligarki mendapatkan jawaban dua kelurga di atas. Nah, pertanyaannya jika melihat hari ini, apakah pemerintah yang sedang berkuasa juga merupakan oligarki? Tentu, para pembaca bisa menilainya sendiri dengan melihat kebijakan-kebijakan dan siapa saja yang saat ini masuk dalam lingkaran kekuasan.



Lihat di https://kbbi.web.id/oligarki.html. Diakses pada 07/10/2019, 18.31 WIB.

Selengkapnya dapat dilihat di https://news.detik.com/berita/d-4121115/10-nama-di-dinasti-ratu-atut-anak-adik-hingga-mantu. Diakses pada 07/10/2019, 18.47 WIB.

Lebih lanjut mengenai jumlah kekayaan keluarga cendana bisa dilihat di pranala berikut https://tirto.id/di-luar-paradise-papers-berapa-banyak-harta-keluarga-soeharto-czM6. Diakses pada 07/10/2019, pukul 19.37 WIB.


Gambar ilustrasi: Radio Idola Semarang

Leave a comment